Hai
manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa[1] dan darinya Dia menciptakan jodohnya,[2] dan mengembang-biakan dari keduanya
banyak laki-laki dan perempuan; dan bertakwalah kepada Allah swt. yang dengan nama-Nya kamu saling
bertanya, terutama mengenai hubungan tali kekerabatan.[3] Sesungguhnya Allah swt. adalah pengawas
atas kamu.
[1] "Satu jiwa” dapat diartikan :
- Adam
- Laki-laki dan perempuan bersama-sama, sebab bila dua wujud melakukan satu pekerjaan bersama-sama, mereka dapat dianggap sebagai Satu
- Laki-laki atau perempuan secara mandiri sebab umat manusia dapat dikatakan telah diciptakan dari “satu jiwa” alam arti kata bahwa tiap-tiap dan masing-masing perseorangan (individu) diciptakan dari benih laki-laki yang merupakan “satu jiwa” dan juga dilahirkan oleh perempuan yang merupakan pula “satu jiwa”.
[2] Kata-kata itu tidak berarti bahwa
perempuan diciptakan sari bagian tubuh laki-laki, tetapi bahwa perempuan
termasuk jenis yang sama dengan laki-laki yaitu mempunyai pembawaan- pembawaan
dan kecenderungan-kecenderungan yang serupa. Anggapan bahwa Siti Hawa telah
diciptakan dari tulang rusuk Adam nampaknya timbul dari sabda Rasulullah s.a.w.
yakni, “Kaum wanita telah diciptakan dari tulang rusuk, dan tentu saja bagian
yang paling bengkok dari tulang rusuk itu bagian yang paling atas. Jika kamu
memaksa meluruskannya, kamu akan membuatnya patah” (Bukhari, Kitab-un-Nikah ).
Sabda ini merupakan satu dalil yang bertentangan dengan anggapan di atas, dan
bukan mendukungnya, sebab di sini sekali-kali tidak disebut nama Siti Hawa,
melainkan hanya menerangkan ihwal keadaan umum perempuan. Jelas bagi siapa pun
bahwa setiap perempuan tidak diciptakan dari tulang rusuk.
Kata dhil’ yang
digunakan dalam hadist Rasulullah s.a.w. di atas, menunjuk kepada suatu pembawaan
bengkok; kata itu sendiri berarti kebengkokan
(Bihar & Muhith). Sebenarnya kata itu menunjuk kepada satu sifat
khas wanita, yaitu, mempunyai kebiasaan berbuat pura-pura tidak senang dan
bertingkah manja demi menarik hati orang. “Kebengkokan” itu disebut dalam hadis
ini sebagai sifat khas yang paling tinggi atau paling baik di dalam wataknya.
Barangsiapa menganggap marah-semu perempuan sebagai alamt kemarahan yang
sungguh-sungguh, lalu berlaku kasar terhadapnya karena alasan itu, sebenarnya
memusnakan segi paling menarik dan menawan hati dalam kepribadiannya.
[3] Ayat itu menempatkan perkataan “ketakwaaan
kepada Allah swt. swt.” berdampingan dengan perkataan “hubungan tali
kekerabatan” guna menekankan pentingnya perlakuan baik terhadap keluarga. Hal
demikian telah begitu dititik-beratkan oleh Alquran, sehingga Rasulullah s.a.w.
lazim membaca ayat ini pada saat membacakan khutbah nikah, guna mengingatkan
kedua belah pihak mempelai, kepada kewajiban mereka masing-masing terhadap satu
sama lain.
(Sumber: Al-Quran dengan Terjemahan dan Tafsir Singkat (Terbitan Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1997) Edisi. III, Juz. 1-10, Hal. 320-321)
(Sumber: Al-Quran dengan Terjemahan dan Tafsir Singkat (Terbitan Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1997) Edisi. III, Juz. 1-10, Hal. 320-321)
0 komentar:
Posting Komentar