Anak dari Batu

Pada awalnya pria ini adalah seorang pandai besi. Pada suatu hari ia membuat sebuah tempat tinta dari besi yang dilengkapi dengan tutup yang indah. Lalu ia menghadiahkan tempat tinta tersebut kepada raja yang berkuasa. Ketika hadiah itu diserahkan, sang raja nampak senang namun tidak begitu berlebihan, bersamaan dengan itu masuklah seorang laki-laki sederhana menghadapnya. Sang raja pun dengan segera bangkit dari singgahsananya seraya menyambutnya dengan hormat.

Melihat kejadian ini si pandai besi tersebut menjadi heran, siap gerangan orang tersebut? Ternyata laki-laki sederhana itu merupakan seorang ulama. Timbullah pikiran dalam hatinya, sekiranya dia memiliki banyak ilmu seperti ulama tersebut niscaya raja akan lebih menghormatinya. Maka saat itu pun ia memutuskan untuk menuntut ilmu. Padahal usianya sudah menapaki angka 30 tahunan.

Pada suatu hari gurunya berkata kepadanya bahwa usianya menghambatnya untuk bisa menyerap banyak ilmu karena faktor daya ingatnya yang terlihat menurun. Si guru kemudian memberikan hafalan kepadanya, "Syekh berkata, bahwa dalam ilmu fiqih dikatakan jika kulit anjing itu akan menjadi suci dengan cara disamak". Si pandai besi mengulangi perkataan gurunya tersebut berkali-kali agar cepat hafal. Namun keesokan harinya saat si guru meminta pandai besi untuk mengulangi hafalan yang telah diberikannya kemarin, ternyata ia mengatakan,"Anjing berkata, bahwa ilmunya fiqih mengatakan jika kulit Syekh itu akan menjadi suci dengan cara disamak", sontak semua siswa yang mendengarnya terpingkal-pingkal dibuatnya.

Si pandai besi merasa putus asa dan hilang harapan, ia pun yakin jika orang yang sudah seusianya susah untuk menyerap banyak ilmu.  Ia akhirnya pergi dari sekolah dan sejak itu hari-harinya sering ia habiskan untuk mengutuk 'kebebalan' otaknya atau hanya sekedar menyesali kebodohannya.

Namun pada suatu ketika, saat dia merenung di tepi sungai seperti biasa, tanpa sengaja matanya melihat tetesan air yang menetes di atas batu. Ia beranjak dan memperhatikan batu tersebut dengan seksama, ternyata batu tersebut berlubang terkena tetesan air. Timbul pikiran dalam hati, "Tetesan air ini ternyata bisa melubangi batu sekeras ini, apabila terus-terusan ditetesi. Jika tetesan air saja bisa melubangi batu sekeras ini, kenapa tetesan ilmu tidak bisa menembus otakku yang bebal? Otakku kan tidak sekeras batu."

Si pandai besi itu pun akhirnya kembali belajar dengan semangat yang berlipat. Kemudian sejarahpun mencatat kecakapan dan keluasan ilmu orang tersebut. Buku-buku yang ditulisnyapun masih menjadi rujukan umat Islam hingga sekarang. Dialah Imam Ibnu Hajar Al- Atsqalani, seorang ulama hadist dan fiqih yang sangat masyhur. Nama Ibnu Hajar sendiri secara etimologi berarti "Anak dari Batu", karena nama itu terinspirasi dari batu yang berlubang oleh tetesan  air.

(sumber: Mutiara Hikayat, kumpulan kisah-kisah penuh telada hidup; karya Saiful Hadi El-Sutha (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), hal. 41-43.

6 komentar:

  1. dulu guru saya namanya pak Hajar... :)

    BalasHapus
  2. Riwayat yang penuh makna, ternyata ulama besar tersebut dulunya bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa.

    BalasHapus
  3. ci karacak ninggang batu laun-laun jadi legok

    tai cakcak ninggang huntu laun-laun mah di lebok...tafsir bebasnya dalam bahasa sunda dari cerita di atas

    BalasHapus
  4. artikelnya menarik, salam persahabatan dari saya :)

    BalasHapus
  5. Cerita yang penuh makna untuk tetap berusaha

    BalasHapus
  6. pedoman untuk tetap gigih...

    BalasHapus